"A prayerful life, lived in community,and generously serving others has remained a constant Carmelite ideal."
Saturday, March 11, 2017
Mengasihi Musuh???!!!!
Ajaran Yesus yang paling menantang dari kumpulan ajaran-Nya dalam Kotbah di Bukit adalah hal mengasihi musuh (Mat 5:43-48). Bagaimana mungkin mengasihi musuh, kalau mengampuninya saja sulit sekali? Mencintai merupakan langkah yang lebih jauh daripada mengampuni. Namun, di sisi lain ajaran Yesus jelas dan lugas, "Kasihilah musuhmu" (ay. 44).
Seperti kita tahu bahwa Kotbah di Bukit (Mat 5-7) adalah magna carta hidup kristiani. Artinya, jika kita mau sungguh disebut orang kristen, syarat-syaratnya ada dalam Kotbah di Bukit. Sungguh tidak mudah untuk dijalankan syarat-syarat ini, namun itulah satu-satunya jalan, jika kita ingin menjadi orang kristen sejati.
Kembali ke tema "mengasihi musuh," bagaimana hal ini mungkin dilakukan? Secara manusiawi mencintai menuntut suatu perbuatan timbal balik, yakni, aku mencintaimu dan engkau mencintaiku. Hal ini tidak ada sama sekali dalam sebuah permusuhan: aku membencimu dan engkau membenciku. Relasi antara aku dan musuh adalah relasi yang menjauh, bukan mendekat seperti jika aku dan engkau saling mencintai. Maka sesungguhnya mencintai musuh itu adalah TIDAK MUNGKIN!
Ajaran Yesus ini terus terang mengganggu saya, karena jelas sekali bahwa ajaran ini adalah tidak mungkin. Namun, setelah merenungkan dan memikirkannya cukup lama, serta mencoba mempraktikkannya, saya jadi berpendapat lain, yakni, barangkali justru Yesus mau mendorong kita untuk melakukan hal yang tidak mungkin ini.
Reaksi pertama kita mungkin terungkap dalam protes ini, "Aku tidak bisa!"
Nah.....persis di sinilah letak kuncinya, yakni bahwa hal ini mustahil dan aku tidak bisa. Mengapa? Rupanya Yesus mengajak kita beranjak dari tindakan mencintai dalam ranah manusiawi, menuju ke ranah yang ilahi. Oleh karena aku tidak mampu, maka aku membutuhkan pertolongan pihak lain yang dapat memampukanku. Satu-satunya pertolongan yang dapat diandalkan di sini adalah Allah sendiri.
Tepat di sinilah letak pentingnya sebuah doa. Kata perintah yang dipakai di dalam perikop Injil ini, selain "kasihilah" adalah "berdoalah." Hal ini karena di dalam doa kita akan sadar bahwa kita adalah anak-anak Allah terus berbuat baik, pun pada orang-orang yang jahat; bahwa kita dipanggil untuk sempurna seperti Allah sendiri (ay. 45, 48), dan kita diberi-Nya kekuatan untuk berubah menjadi seperti Diri-Nya yang penuh kasih itu. Di sinilah kita yang tidak mampu itu akan menjadi mampu karena mendapatkan kekuatan rahmat untuk mengasihi musuh.
Proses ini tentu saja tidak akan pendek dan tidak sekali jadi. Mungkin proses akan panjang dan menyakitkan, namun janganlah mundur, karena it's worth it, vale la pena. Just give a try.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment