Para Saudara yang terkasih dalam Kristus Yesus,
Di dalam Injil suci hari ini Yesus
bersabda, “Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu
belum dapat menganggungnya. Tetapi, apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Dia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran” (Yoh 16:12-13). Mendengar Injil ini mungkin
kita segera bertanya, kebenaran yang mana yang Yesus maksud? Dalam kesempatan
yang singkat ini, saya hendak berbicara tentang tiga kebenaran pokok dan
penting dari keseluruhan kebenaran yang akan disajikan oleh Roh pada kita.
Pertama, kebenaran tentang misteri iman. Kita tahu bahwa dalam
perjalanan Gereja, banyak orang yang berjalan sendiri tanpa bantuan Roh Kudus,
mereka hanya akan sampai pada kebenaran yang mereka persepsi sendiri. Sedangkan Roh Kudus membimbing kita pada keseluruhan kebenaran yang jauh lebih besar dan agung daripada apa yang dapat kita pikirkan. Itulah sebabnya seringkali Roh mengejutkan kita dengan kenyataan itu. Bagaimana Roh Kudus dapat membimbing pada kebenaran misteri iman?
Roh yang lahir dari lubuk hati Allah ini mengenal hidup Tritunggal Mahakudus, sumber iman kita, maka Iapun akan mengajar kita untuk mengenal dan mengalami, bukan hanya secara rasional, tapi terlebih secara personal siapakah Bapa dan Putra. Rasul Paulus menulis, “Tidak seorangpun dapat mengaku ‘Yesus adalah Tuhan,’ selain oleh Roh Kudus” (1Kor 12:3). Di kesempatan lain, Paulus juga menulis, “Kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: ‘ya Abba, ya Bapa’” (Rom 8:15). Paus emeritus Benediktus XV pernah mengatakan bahwa inti kristianitas bukanlah perkara doktrin, tapi perkara bertemu dan mengenal secara intim seorang pribadi, yakni Yesus Kristus. Roh Kuduslah yang membuat kita mengenal-Nya secara intim dan pribadi. Dari sinilah kita akan mengerti dari “dalam” keseluruhan misteri iman yang mendalam itu, jauh melampaui segala rumusan yang tertulis.
Roh yang lahir dari lubuk hati Allah ini mengenal hidup Tritunggal Mahakudus, sumber iman kita, maka Iapun akan mengajar kita untuk mengenal dan mengalami, bukan hanya secara rasional, tapi terlebih secara personal siapakah Bapa dan Putra. Rasul Paulus menulis, “Tidak seorangpun dapat mengaku ‘Yesus adalah Tuhan,’ selain oleh Roh Kudus” (1Kor 12:3). Di kesempatan lain, Paulus juga menulis, “Kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: ‘ya Abba, ya Bapa’” (Rom 8:15). Paus emeritus Benediktus XV pernah mengatakan bahwa inti kristianitas bukanlah perkara doktrin, tapi perkara bertemu dan mengenal secara intim seorang pribadi, yakni Yesus Kristus. Roh Kuduslah yang membuat kita mengenal-Nya secara intim dan pribadi. Dari sinilah kita akan mengerti dari “dalam” keseluruhan misteri iman yang mendalam itu, jauh melampaui segala rumusan yang tertulis.
Kedua, kebenaran tentang hidup moral. Dalam menjelaskan tentang
pekerjaan Sang Penghibur, Yesus juga berkata, “Dan kalau Ia datang, Ia akan
menginsafkan dunia akan dosa” (Yoh 16:8). Ia akan mengusik hati manusia dengan menajamkan suara hati, sehingga ia
akan gelisah pada dosa dan bersukacita pada perbuatan baik. Karya Roh dalam
menginsafkan dunia akan dosa inilah yang dieksplorasi oleh St. Yohanes Paulus
II dalam ensiklik yang diterbitkannya
Dominum et vivificantem (1986). Roh yang sama akan membimbing kita dalam
memilih hidup menurut Roh dan menolak hidup menurut daging seperti diulas dan dinasihatkan dengan
baik oleh Rasul Paulus dalam bacaan kedua hari ini (Gal 5:1-15). Inilah yang
kelak disebut oleh St. Thomas Aquinas sebagai instictus Spiritus Sancti
(insting Roh Kudus), yakni sebuah dorongan besar dan mendasar di dalam lubuk
hati manusia untuk bergerak, merindukan dan memilih yang baik. Dorongan ini akan membuat
orang menjadi pribadi bermoral, bukan melulu menjadi penaat hukum, tapi jauh melampaui itu, yakni
menjadi pribadi yang berkeutamaan karena ia hidup dalam pimpinan Roh.
Ketiga, kebenaran hidup spiritual. Roh Kudus akan
membimbing kita pada kekudusan! Inilah panggilan hidup untuk semua orang kristiani, panggilan kita semua, “Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu” (1Tes
4:3). Paus Fransiskus mengingatkan kita semua tentang hal ini dalam ekshortasinya yang terbaru,
Gaudete et Exultate (2018). Sehubungan dengan peran Roh Kudus, dengan segera Fransiskus mengingatkan kita, “Biarlah
dirimu dibaharui oleh Roh, sehingga semuanya ini akan terjadi, jika tidak
engkau akan gagal dalam perutusan yang berharga ini” (GE, 24).
Jadi Roh Kudus
adalah maestro dalam hidup rohani
kita. Ia telah bekerja pada saudara-saudari kudus kita yang telah mendahului
kita. Saya ambil contoh dari kehidupan tiga doktor Gereja.
Dalam hidup St. Teresa dari Avila, kita tahu bahwa dalam perjalanan hidup rohaninya ada dua titik pertobatannya. Pertama ketika ia disadarkan oleh Roh Kudus akan segala dosa-dosanya, ketika ia berdoa di hadapan patung Yesus yang bersengsara. Kedua, dan ini adalah ledakan bom terbesar pertobatannya, yakni setelah ia melakukan “novena” pribadi dengan berdoa pada Roh Kudus. Di situlah ia mengalami perubahan besar dalam hidupnya yang membuat dia seperti Teresa yang kita kenal yang memahami "bahasa" Allah.
Kita juga telah mengenal St. Yohanes dari Salib. Seringkali kita tak paham dengan segala penolakan dan askesisnya yang “ekstrim.” Kita salah paham, jika kita hanya melihat penolakan dan askesenya in se. Kita harus melihatnya dari pengalaman-pengalaman imannya akan kuasa dan keindahan Roh Kudus dalam Llama de Amor Viva (Nyala Cinta yang Hidup), sebuah pembahasan mistik tentang Roh Kudus yang menjadi klasik. Dari situlah kita dapat memahami dengan lebih baik nada-nada-nada dari Yohanes. Nada-nya adalah demi todo, yakni Allah sendiri yang telah mempesonanya sedemikian rupa, sehingga ia mau mendaki puncak "Gunung Karmel."
St. Thomas Aquinas sering disebut dengan doctor angelicus. Hal ini karena kejeniusannya mengalir dari kekudusannya, maka dia selalu digambarkan dengan matahari di dadanya. Itulah Roh Kudus! Ayat dari Mazmur yang menjadi kegemarannya dan menjadi semacam dasar semua refleksi teologisnya adalah: “Di dalam terang-Mu Tuhan, kami melihat terang” (Mzm 36:9). Hanya dalam terang Allah, kita bisa berefleksi yang mendalam tentang Allah.Terang itu adalah Roh Kudus!
Dalam hidup St. Teresa dari Avila, kita tahu bahwa dalam perjalanan hidup rohaninya ada dua titik pertobatannya. Pertama ketika ia disadarkan oleh Roh Kudus akan segala dosa-dosanya, ketika ia berdoa di hadapan patung Yesus yang bersengsara. Kedua, dan ini adalah ledakan bom terbesar pertobatannya, yakni setelah ia melakukan “novena” pribadi dengan berdoa pada Roh Kudus. Di situlah ia mengalami perubahan besar dalam hidupnya yang membuat dia seperti Teresa yang kita kenal yang memahami "bahasa" Allah.
Kita juga telah mengenal St. Yohanes dari Salib. Seringkali kita tak paham dengan segala penolakan dan askesisnya yang “ekstrim.” Kita salah paham, jika kita hanya melihat penolakan dan askesenya in se. Kita harus melihatnya dari pengalaman-pengalaman imannya akan kuasa dan keindahan Roh Kudus dalam Llama de Amor Viva (Nyala Cinta yang Hidup), sebuah pembahasan mistik tentang Roh Kudus yang menjadi klasik. Dari situlah kita dapat memahami dengan lebih baik nada-nada-nada dari Yohanes. Nada-nya adalah demi todo, yakni Allah sendiri yang telah mempesonanya sedemikian rupa, sehingga ia mau mendaki puncak "Gunung Karmel."
St. Thomas Aquinas sering disebut dengan doctor angelicus. Hal ini karena kejeniusannya mengalir dari kekudusannya, maka dia selalu digambarkan dengan matahari di dadanya. Itulah Roh Kudus! Ayat dari Mazmur yang menjadi kegemarannya dan menjadi semacam dasar semua refleksi teologisnya adalah: “Di dalam terang-Mu Tuhan, kami melihat terang” (Mzm 36:9). Hanya dalam terang Allah, kita bisa berefleksi yang mendalam tentang Allah.Terang itu adalah Roh Kudus!
Begitu indah
dan dalamnya peranan Roh Kudus dalam hidup kita. Akan tetapi, sayangnya
perhatian kita pada Allah Roh Kudus sangatlah kecil. Teologi Gereja Latin
tentang Allah Roh Kudus sangatnya miskin dan kering, tak sesubur dan semendalam
gereja timur. Peranan Roh Kudus dalam hidup Gereja baru kembali disinggung dan dibahas dalam
Konsili Vatikan II setelah berabad-abad terkubur! Itupun karena kritikan dari para tamu dari gereja
timur. Kita perlu bertobat, pun secara intelektual. Dimana kita sembunyikan
Dia selama itu?!
Jelas juga
tertulis dalam rumusan iman kita
bahwa: “Aku percaya akan Roh Kudus, Ia Tuhan
yang menghidupkan; Ia berasal dari Bapa dan Putra, yang serta Bapa dan Putra, disembah
dan dimuliakan.” Namun, ini hanya tinggal sebagai rumusan, bukan? Rumusan iman ini seolah-olah tak ada sangkut-pautnya dengan hidup sehari-hari kita sebagai umat beriman.
Kapan kita berkotbah bahwa Ia adalah sumber hidup Gereja selama berabad-abad? Kapan kita secara pribadi menyembah dan memuliakannya? Kita mungkin menganggap itu pekerjaan kelompok kharismatik saja. Inilah beberapa pertanyaan serius yang patut kita renungkan.
Kapan kita berkotbah bahwa Ia adalah sumber hidup Gereja selama berabad-abad? Kapan kita secara pribadi menyembah dan memuliakannya? Kita mungkin menganggap itu pekerjaan kelompok kharismatik saja. Inilah beberapa pertanyaan serius yang patut kita renungkan.
Saudara-saudara terkasih, masih ada sekian banyak kekayaan yang akan diwahyukan oleh Roh Kudus pada kita, jika kita berkehendak hidup dalam pimpinan-Nya. Dialah sumber hidup Gereja, sumber hidup kita. Suatu waktu, saya pribadi sungguh tercekat dengan pernyataan Yves Congar dalam bukunya I Believe in the Holy Spirit. Sebuah penyataan yang sederhana, namun padat makna, demikian bunyinya, “Semua hidup Gereja pada akhirnya adalah sebuah epiclesis.” Epiklesis adalah doa permohonan untuk memanggil kehadiran Roh Kudus. Kata-kata epiklesis yang terkenal dalam ekaristi kudus berbunyi, "Kuduskanlah persembahan ini dengan daya Roh-Mu agar bagi kami menjadi Tubuh dan Darah Putra-Mu terkasih, Tuhan kami, Yesus Kristus."
Ya, hidup Gereja pada hakekatnya adalah sebuah permohonan agar Sang Sumber Hidup itu selalu tinggal di dalamnya. Mari kita menyerukan epiclesis ini untuk hidup pribadi kita, keluarga, Ordo dan untuk hidup umat manusia di bumi ini:
Vieni,
Spirito Santo!
Roma, Curia Generalizia dei Carmelitani - Pentakosta, 20.05.18
No comments:
Post a Comment